Hikmah Murid pada Gurunya, Nasehat Guru Pada Muridnya
Oleh : Ganes Harpendya
Waktu menunjukan pukul 5.45. Terlalu pagi Jon sudah
tiba disekolah. Terlihat ia masih dengan wajah bantalnya tergesa berlari menuju
kelas yang berada di pojok lantai tiga.
"Hey
Tom, sudah selesai tugas fisika mu?" Tanya Jon
kepada orang yang terkenal rajin datang
pagi kesekolah. Namanya Tom, ia juga anak yang pandai dan menjadi langganan
juara kelas.
Pagi itu baru mereka berdua dikelas. AC kelas
menambah dingin udara. Belum terdengar jawaban dari Tom, sambung kembali Jon
dengan nada suara yang agak memaksa.
"Aku
lihat dong, baru tiga nomor yang bisa aku kerjakan" kini wajah bantalnya bercampur
kepanikan.
"Sudah
nih, tapikan banyak sekali tugasnya. Yakin kamu akan selesai? Lagi pula ini kan
sudah dua minggu sejak diberikan, mengapa baru tiga nomor, Jon?" Tom keheranan.
Beberapa hari kebelakang di media sosial, Tom
melihat Jon hanya main saja bersama teman-temannya hingga larut malam. Hal ini
diketahui Tom karena Jon selalu mengupload kegiatannya itu di akun
Instagramnya.
"Aduh
aku lupa kalau ada tugas, tidak melihat grup kelas, semalam habis jalan bersama
Lis. Pulang kerumah aku langsung tidur" Beberapa
alasan kalsik dari Jon yang sudah menjadi
kebiasaannya.
"Hmm..
Keseringan kamu Jon. Yasudah ini tugas ku, segera sana kerjakan” Sambil memberikan buku LKSnya
kepada Jon. Tanpa ragu Jon mengambil LKSnya. Segeralah Jon mulai melanjutkan
tugasnya yang belum selesai itu.
Fokus Jon mengalahkan suara kelas yang semakin
ramai karena satu per satu murid – murid lain berdatangan. Candaan dan berbagai
perdebatan menghiasai lalu – lalang perbincangan para remaja yang sebentar lagi
akan lulus dan berlanjut kejenjang pergururuan tinggi.
Duduk dibangku belakang, Jon masih bergelut dengan
soal dan jawaban fisika yang ia salin dari Tom. Pikirnya mengerti urusan nanti
yang terpenting tugasnya selesai sebelum gurunya masuk kelas.
Waktu menunjukan pukul 6.25 pertanda lima menit
lagi bel masuk berbunyi, tapi Jon belum juga selesai mengerjakan tugasnya. Ia
seolah tidak mempedulikan bel sekolah yang berbunyi. Terus saja dia bergegas
untuk menyelesaikannya.
Good Will Hunting/Gus Van Sant |
"Assalamualaikum, pagi anak - anak" Sapa Pak Slam dari ujung pintu kelas yang terbuka. Ia masuk dan menutup pintu kelas dengan perlahan. Kepanikan dan ketegangan pun semakin dirasakan Jon, saat doa pembuka pertanda pelajaran akan segera dimulai Pak Slam. Tom segera mengambil buku LKSnya kembali. Jon semakin keringat dingin melihat baru tujuh nomor yang berhasil ia kerjakan dari total lima belas nomor soal yang diberikan Pak Slam dua minggu lalu.
Komando untuk mengumpulkan tugas pun telah
diucapkan Pak Slam. Lama tetap pada barisan bangku belakang. Jon tidak
beranjak. Baru setelah semua teman - teman kelasnya mengumpulkan, Jon dengan
langkah lemas kedepan membawa tugas yang baru setengah selesai itu.
"Maaf Pak saya belum selesai mengerjakan
tugasnya"
Kepasrahan terlihat di wajah Jon, hukuman pun akan
diterimanya tanpa menawar dan membenarkan diri karena kesalahan yang diakui
dibuatnya sendiri itu. Didalam dirinya, Jon begitu menyesal. Tidak dapatlah ia
terus seperti ini, mengingat sekarang ia telah berada dipuncak pembelajaran
seorang siswa. Waktu terus beranjak mundur bersama cita - citanya setalah
lulus, akan dibawa kemanakah nantinya jika terus saja ia disibukkan dengan hal
- hal yang menjadi alasan untuk mengelak tidak mengerjakan tugas utamanya
sebagai siswa, yaitu belajar dan belajar. Sudah saatnya porsi belajar harus
diposisikan sebagai waktu terbanyak dari pada waktu mainnya. Mengurangi atau
menyudahi masa percintaannya bersama Lis yang terus saja mengalami pertengkaran
layaknya remaja seusianya yang juga belum jelas arah tujuannya.
Sementara Jon dengan wajah yang masih tertunduk
didepan meja Pak Slam, berdebar jantungnya karena takut akan menerima hukuman
besar. Namun, Pak Slam hanya tersenyum melihat keberanian dan kesungguhan Jon
mengakui kesalahannya. Lalu Pak Slam menyuruh Jon duduk kembali dengan
mengembalikan buku tugasnya yang belum selesai itu.
Pak Slam adalah guru baru disekolah Jon, pindahan
dari salah satu sekolah yang tidak begitu banyak dikenal masyarakat. Jon
dikenal sering terkena omelan dan hukuman dari guru –
guru disekolahnya jika PR atau tugas tidak dikerjakan. Kali ini Jon
hanya termenung dan heran dengan sikap Pak Slam yang sama sekali tidak
menunjukan kemarahan kepadanya, bahkan tetap tersenyum pada dirinya.
Pak Slam memang bukan guru yang selalu menerapkan
hukuman jika muridnya bersalah. Ia menganggap bahwa jika suatu kesalahan terus
dibalas dengan bentakan, omelan yang kesemuanya merupakan bentuk yang dianggap
sebanding, maka mereka dalam jangka pendek maupun panjang juga akan menjadi
manusia yang sama dengan yang dilakukannya sekarang, sekaligus akan memberikan
jarak dan hubungan yang kurang baik antara guru dan murid.
Dibalik senyumannya pada Jon, ada kejadian yang
masih terus diingat oleh Pak Slam disekolah lamanya. Waktu itu ada salah satu
muridnya yang sangat nakal dan Pak Slam selalu kesal atas sikapnya. Tak jarang
Pak Slam memarahinya didepan anak-anak lain serta memberikan hukuman. Alhasil
anak tersebut semakin nakal dan terus saja berulah. Kejadian ini juga yang
membuat Pak Slam sadar bahwa menjadi guru adalah menjadi panutan bukan menjadi
yang ditakutkan oleh murid – muridnya.
“Anak-anak,
apakah hidung adalah bagian dari wajah? Apakah rambut adalah bagian yang
memperindah kepala?” Sesaat suasana hening ketika Pak
Slam tiba-tiba berdiri dan bertanya
pada seluruh murid di kelas.
“Iya Pak” Serentak memecah keheningan
kelas.
“Begitu
jugalah kelas ini, jika bagian yang telah kita anggap indah itu tiada, maka
kita akan merasa aneh bukan? Misalnya tiba - tiba papan tulis didepan ini
hilang. Pasti kita bertanya-tanya. Dimanakah papan tulis berada”
Jon yang
belum mengerjakan setengah tugas yang bapak berikan adalah contoh nyata pada
hari ini. Mengapa demikian, apakah sebelumnya kalian bertanya atau tahu penyebabnya”
Semua murid – murid masih terdiam.
“Jon
adalah bagian dari kelas ini. Kita sebagai satu bagian utuh kelas mestilah
mengerti setiap bagian yang lain. Jika hilanglah itu maka sama saja kita
bukanlah bagiannya, sendiri dan terpisah dari bagian yang lain. Menjadi diri
sendiri, tak peduli orang lain.” Anak-anak menyimak perkataan Pak Slam dengan
sangat serius. Rupanya analogi yang diberikan Pak Slam
telah mempengaruhi pikiran dan hati meraka. Tom sebagai salah satu teman
Jon yang mengetahui itu agaknya sedikit menyesal tidak turut mengingatkan Jon
akan tugas yang diberikan Pak Slam.
Pak Slam kembali membagikan tugas murid - murid dan
memberi kesempatan Jon dan teman-temannya untuk menyelesaikan sekaligus
membahasnya. Pagi itu perkataan Pak Slam seolah menjadi matahari yang menerangi
seisi kelas itu, terutama Jon. Sejak saat itu Jon menjadi lebih giat belajar
dan sering berdiskusi tentang pelajaran maupun persoalan lain diluar pelajaran.
Predikat buruk dari para guru pun berganti dengan prestasi – prestasi Jon,
dimuali dari yang paling kecil yaitu mengumpulkan tugas tepat waktu. Guru –
guru tak perlu lagi menghukum Jon karena tidak mengumpulkan tugas. Tak sedikit
guru di sekolah juga kagum terhadap Pak Slam, guru baru yang sangat di kagumi
para murid dan sangat akrab dengan mereka. Keakraban tersebut juga ada pada
diri Jon dan teman-teman di kelasnya.
Sampai Jon lulus dan mendapatkan perguruan tinggi
yang ia harapkan, hingga saat ini Pak Slam tetap menjadi guru favorit yang
disenangi murid – murid.
Komentar
Posting Komentar