KOTA RAWAMANGUN




Siang yang sendu
saat pasar pagi bergegas entah kemana
pria pria berjongkok di tepian Ciliwung
Bus ku menuju suatu arah

Siang yang terancam mendung.
aku mengalir menuju rawamangun.
kudengar teriak bosan pada banjir di Cipinang
kudengar mahasiswa rawamangun menuntut air surut.

berita dari laut,
dari darat
dan dari udara
penyebaran virus-virus yang mengancam di tepi lautan

guru-guru yang digelandang ke polisi
diarak, dipertontonkan dan digunduli.
sementara para murid temangu-mangu 
menunggu baris-baris kata dimasukkan ke rongga kepala.

peraturan-peraturan dimanipulasi
dihimpun kembali dalam  lembaran-lembaran sakti
melanggar janji demi memperlancar investasi

kita menjadi pelacur
yang dipaksa mengangkang demi ambisi oligarki
dilucutinya kita dari tanah dan air,
lalu dimasukannya kita kerumah-rumah bordil di sepanjang pagar-pagar pertambangan dan perkebunan.
sementara mereka menjilat semua muka bumi dan menabur benih diatas tanah yang diratapi.
pemerintah tersenyum lebar dan berkata manja layaknya mucikari

orang-orang berpaikaian suci
berteriak meminta surga segera turun ke bumi
sedangkan di atas tanah-tanah sengketa neraka berkobar menyala-nyala.


kita akan pergi pada suatu arah.
arah yang tak terjamah oleh buku-buku.
tempat dimana terdapat banyak titik,
tanpa terdapat koma.

dalam bus-bus peradaban,
kita menuju sebuah arah.
 titik terang yang kita cari.
tersebar dimana-mana.

didepan senjakala kemanusiaan,
kemanakah peradaban kita menuju ?

(Jakarta, 29 Februari 2020)





Komentar

Postingan Populer