SAPU JAGAT
Dokumentasi Pribadi
Tiba-tiba Ia datang.
Di penghujung bulan Desember itu,
menyerbu segala mata angin.
menggedor keras pintu zaman.
tak ada yang pernah benar-benar bersiap.
segera, Ia merasuk mencekik panik.
melambat, kota tersentak melambat.
hampir menembus 10 ribu di Jakarta. dan ratusan ribu lainnya tak kuasa membela nyawanya di depan maut.
maut yang seakan begitu jauh milik orang-orang kaya bisa begini dekat.
ketika orang-orang dengan baju astronot lalu-lalang menapak jalan di depan rumah.
besi pagar berderak mengunci jalanan.
Pedagang mengeluh, menangis dan meratap karena kerugian yang bukan kecil.
Sedangkan kaum buruh kehilangan pekerjaan, berpuluh-puluh ribu dandang menjadi dingin dan penggorengan yang terbalik
Kita termangu karena mulut tertutup oleh masker sedangkan tidak ada nasi di dalamnya.
kita termangu ketika atap-atap sederhana yang kita sewa sekedar menghindari hujan dan terik
harus diambil oleh pemiliknya karena dipantat hanya ada bisul tanpa uang sepeserpun
kita adalah orang-orang yang berada di list paling bawah, lembar terakhir, dekat dengan kalimat mengetahui tanpa diketahui.
jaring-jaring tidak menangkap kita.Kita dibiarkan terjun bebas.. tanpa pesangon, tanpa ucapan terima kasih. hanya ada belasungkawa.
Tak bisa kita diam kawan-kawan.
Di zaman yang meleset ini
segelintir orang yang mengendap-ngendap dibelakang kursi undang-undang sapu jagat.
Memandang manusia hanya sebagai modal
jadi angka diatas timbangan untung rugi.
tak bisa kita terus menunggu antrian itu.
tak bisa kita terus menerima bela sungkawa.
Sedang parlemen sedang mengusahakan agar kita tak bernyawa.
ulurkan benang mu
pintal sedikit demi sedikit dengan kawan mu.
Kawal terus dan awasi.
karena kesejahteraan adalah hak semua orang yang layak diperjuangkan.
Jakarta, 29 April 2020
Komentar
Posting Komentar